Puisi-puisi Ashraf Fayadh
KUMIS FRIDA KAHLO
Dialihbahasakan oleh Arif Bagus Prasetyo
dari “Frida Kahlo’s Moustache” terjemahan Fady Joudah
Aku akan mengabaikan bau lempung, cacian hujan, dan cekikan
yang lama bersarang di dadaku
dan akan kucari belasungkawa yang layak untuk keadaanku yang tak mengizinkan diriku
menjelaskan bibirmu dengan cara yang kuharapkan
atau merontokkan bulir-bulir embun dari kelopak kemerahanmu
atau meringankan kadar kegandrungan yang mencekamku saat kusadari
kau kini tak ada di sisiku dan tak akan… Aku terpaksa membenarkan pendirianku
kepada sunyi yang diderakan malam padaku
Berpura-puralah bumi senyap, seperti bila kita lihat dari jauh,
dan semua yang terjadi antara kita tidak lebih
daripada kelakar konyol yang mestinya tidak berlanjut sejauh itu
Apa pendapatmu mengenai hari-hari yang biasa kulalui tanpamu?
mengenai kata-kataku yang terbiasa cepat menguap
mengenai perih parahku
dan buhul-buhul yang mengerak di rongga dadaku seperti ganggang-ganggang garing
Aku lupa bilang padamu… bahwa dalam arti praktis
aku telah terbiasa kau tak ada
dan hajatku bersilang jalan dengan hasratmu
dan ingatanku mulai berkarat
Dan bahwa aku masih mengejar cahaya, bukan karena aku ingin melihat…
gelap selalu menakutkan
biarpun kita sudah terbiasa dengannya
Apakah pembelaanku atas semua yang terjadi
saat aku berusaha mengarang dalih untukmu sudah cukup?
Untuk sekarang, cukupkah cemburu yang mengamuk di suatu tempat di dalam diriku
atau ketika kekecewaan merusak satu lagi hari-hari kelamku
Dan untuk yang kuulang-ulang bahwa keadilan akan selalu menderita gangguan haid
dan cinta adalah laki-laki lemah syahwat terbelakang di penghujung usianya
Aku akan terpaksa mengecoh ingatanku
dan pura-pura tidak punya masalah tidur
dan menyobek semua tanya yang tersisa
pertanyaan yang kini mencari jawaban yang meyakinkan
setelah semua tanda baca dihapuskan
karena alasan yang sepenuhnya pribadi
Biarkan cermin menjelaskan kepadamu betapa indah dirimu
Singkirkan onggokan debuku, kata-kataku
Bernapaslah dalam-dalam, ingatlah betapa aku mencintaimu dan betapa
segalanya berubah menjadi hukuman mati di kursi listrik
yang nyaris memicu kebakaran besar di gudang kosong
Matahari sungguh sopan manakala sampai menutup mulutnya saat menguap
Matahari tidak tahu bagaimana menegakkan kuasa sepenuhnya atas bumi
seperti nasib matahari di hadapan kegelapan, matahari
tak punya pilihan selain bertahan melawan gelap, biarpun Pluto
sudah dicoret dari jajaran planet-planet berpusingan
Bulan punya jurus lain untuk memaksakan kehendak pada lautan
Dan lautan bisa menelan makhluk apapun yang diinginkannya
dan mencaplok lebih banyak daratan
karena pemanasan global, ozon bolong, hak perempuan
untuk memakai bikini, dan nafsu burung-burung terhadap ikan yang berlimpah
Aku takkan lagi menjadi pil nyeri haid bulananmu
dan tak akan menikmati percakapanmu yang luar biasa saat kau bersiap tidur siang lama
atau ketika kau ingin mengumbar amarahmu
atau saat kau berasyik-asyik di bar yang penuh-sesak penggemar Jazz
Aku tidak akan bisa tidur cukup atau menerangkan kumis Nietzsche
atau meyakinkan padamu bahwa karya Imad eksperimen seni yang unik
Aku akan sibuk sendiri menormalkan hubungan antara tanah dan air
demi menghalangi api yang hendak menjadi duta besar niat baik
Barulah udara tidak lagi tampak bagus
saat mengeringkan pakaian dalammu di jemuranmu
Aku berjalan di jalan tak terucapkan dan menanyai tetes hujan yang tak acuh
Kucoba mengelupas karat yang melekat di tenggorokanku
Berapa kali aku harus menengok buku panduan angin untuk mengurai suasana hatimu?
Berapa kata mesti kubungkam agar kau terhindar dari aroma kekecewaan yang diembuskan rokok Amerikaku?
Aku takkan jadi celengan yang kaupecah setiap kali kantongmu kering
dan uraian mesra tentang matamu tidak akan kumasukkan sebagai ikhtiar puitis
karena matamu, pada akhirnya, lebih mematikan daripada mata
yang merusak pikiran Jareer, atau lebih puitis dibanding rumpun palem Sayyab
Matamulah sujud malaikat kepada Adam
dan kukesampingkan Iblis, tentunya, karena alasan retorik
Pagi ini dunia menyerupai perut bisulanku, serupa
sakit yang berakhir pekan di kepalaku, serupa
timbunan pecahan kaca yang memenuhi ingatanku
Dunia tidak lagi baik-baik saja lantaran aku sudah tak mencemaskan kaca
atau balasan suratku atau kegagalan Bu Clinton memimpin Partai Demokrat
Jangan cari aku, aku akan ada di sana
bersama tiap seruputan kopi
dan ketika kau bersantai-santai di spa, atau ingin tertawa atau menangis, atau bila kau ingin
menghambur ke dalam pelukan, atau ketika kau tak mampu
melawan insomniamu atau telepon selulermu
yang tak berdering saat kau tidur
atau ketika sedang kesetanan menulis, atau ketika kau ingin berbincang-bincang
atau saat nonton film tanpa peduli mutunya
dan ketika kau tertatih-tatih latihan jalan
dan ketika kau mendengar lagu kita, lagu yang masih harus kita sepakati
LOGIKA
Dialihbahasakan oleh Eliza VH
dari "Logique" terjemahan Abdellatif Laâbi
Pintu tua itu
bertepuk tangan menonton angin
menari balet
bersama pohon-pohon
Pintu tua itu
tak punya sepasang tangan
dan pohon-pohon
tak pernah belajar
di sekolah balet
Angin adalah makhluk gaib
bahkan saat ia
menari
bersama pohon-pohon
BENTUK LAIN HATI
Dialihbahasakan oleh Eliza VH
dari "Autre forme du coeur" terjemahan Abdellatif Laâbi
Bunyikan lonceng
dan sapu lagu sedih
dari musim dinginmu
Cakram musik berulang,
alat perekam itu
tak menderita lembap
“My Funny Valentine” berulang
Orang suci dengan hati tertembus panah
bernyanyi
Orang suci bernyanyi dan memuji
Tuhan lindungi kami dari bahaya
Tuhan sayangi kami
Tuhan coba kami
dan gunakan kami
dan tuntut perhitungan dari kami
Ia hukum kami
dan kadang ampuni kami
Tuhan, kumohon ampunanmu
Kumohon juga untuk semua perempuan
dan semua kekasih, semua.
INSTRUKSI DI DALAM
Dialihbahasakan oleh Eliza VH
dari "Instructions Within" terjemahan Mona Kareem
1
minyak bumi itu tak berbahaya, kecuali jejak kemiskinan yang ditinggalkannya
hari itu, saat wajah mereka yang temukan sumur minyak baru jatuh gelap
saat hidup ditiup ke dalam hatimu demi terus dulang minyak dari jiwamu
untuk sarana umum
Itulah… itulah… janji minyak bumi, janji sejati…
tamat…
2
dikatakan: hunilah lahan itu…
tapi sebagian dari kalian adalah musuh bagi semua
maka tinggalkanlah lahan itu sekarang
tengoklah diri sendiri dari dasar sungai;
kalian yang di atas berbelaskasihanlah kepada kalian yang di bawah…
mereka yang terpaksa mengungsi tak berdaya,
bagai darah yang tak ingin dibeli seorang pun di pasar minyak!
3
ampuni aku, maafkan aku
karena tak sanggup pompa airmata lebih deras untukmu
karena tak gumamkan namamu dalam nostalgia.
Kuarahkan wajahku pada kehangatan lenganmu
Tak punya aku cinta, tapi kau, kau sendiri, akulah salah satu pencarimu yang purwa.
4
malam,
kau tak berpengalaman dengan Waktu
miskin rintik hujan
yang dapat hanyutkan sisa masa lalumu
dan bebaskan dirimu dari apa yang kausebut takwa…
dalam hati itu… yang mampu mencinta,
dalam permainan…
dalam persilangan dengan penarikan cabul dirimu
dari agama yang lunglai
dari Tanzeel yang palsu
dari sembahan-sembahan yang kehilangan kebanggaan…
5
kau bersendawa, lebih daripada biasanya…
seraya bar berkahi pengunjungnya
dengan bacaan dan tarian yang merayu…
ditemani pemintal lagu
kaulafalkan halusinasi
dan ucapkan pujian bagi tubuh-tubuh yang bergoyang ikuti ayat-ayat pengasingan
6
ia tak berhak untuk berjalan bagaimana pun
atau berayun bagaimana pun atau menangis bagaimana pun
ia tak berhak membuka jendela jiwanya,
menyegarkan udaranya, kotorannya, airmatanya…
kau juga cenderung lupa dirimu
adalah sepotong roti
7
pada hari pengusiran, mereka berdiri telanjang
sementara kau berenang di pipa-pipa limbah yang karatan, tanpa alas kaki
bisa jadi ia sehat bagi kaki
tapi tidak bagi bumi
8
nabi-nabi sudah pensiun
jadi jangan tunggu nabimu datang menjemputmu
dan untukmu,
untukmu monitor-monitor itu membawa laporan harian
dan peroleh gaji tinggi mereka…
betapa pentingnya harta
bagi hidup penuh harkat
9
kakekku berdiri telanjang setiap hari,
tanpa pengasingan, tanpa ciptaan agung…
Aku telah dihidupkan kembali tanpa pukulan tuhan pada citraku.
Aku telah mengalami neraka di muka bumi…
bumi
adalah neraka yang disiapkan bagi para pengungsi
10
darah bisumu takkan bicara
selama kaubanggakan dirimu dalam maut
selama terus kauumumkan, diam-diam, kauletakkan jiwamu
di tangan-tangan mereka yang tak tahu…
lunturnya jiwamu akan makan waktu,
jauh lebih banyak daripada yang diperlukan
untuk tenangkan matamu yang titikkan airmata berupa minyak
YANG TERAKHIR DARI DERETAN KETURUNAN PENGUNGSI
Dialihbahasakan oleh Norman Erikson Pasaribu
dari "The Last of the Line of Refugee Descendants" terjemahan Jonathan Wright
Kau memberikan dunia ini nyeri perut, dan masalah lainnya.
Jangan paksa tanah di bawah muntah,
tetapi mendekatlah padanya.
Sebuah retakan yang tak bisa disambung.
Pecahan yang mustahil dihitung,
Atau ditambahkan ke angka lainnya.
Karena kau memberikan kerancuan pada statistik global.
Menjadi pengungsi berarti berdiri di ujung akhir antrean
Untuk bisa mencicip seserpih negara.
Berdiri adalah hal yang kakekmu lakukan tanpa ia paham alasannya.
Dan serpihan itu adalah dirimu.
Negara: kartu yang kautaruh di dompetmu, dengan uangmu.
Uang: helai-helai kertas dengan gambar presiden.
Gambar: mereka mewakilimu, sampai kau kembali.
Kembali: makhluk ajaib yang ada di cerita-cerita kakekmu.
Di sinilah akhir pelajaran pertama.
Pelajaran yang disampaikan agar kau memahami pelajaran kedua,
Yaitu, “Apa yang mau kau sampaikan?”
Pada Hari Penghakiman, mereka berdiri telanjang,
Dan kau berenang dalam genangan dari bocor pipa limbah.
Dengan kaki ayam—bagus untuk kakimu
Tetapi tidak bagi tanah di bawah.
Untuk kebaikanmu kami siapkan mimbar dan konferensi,
Dan koran-koran akan menulis hal-hal baik tentangmu.
Formula baru dikembangkan untuk melenyapkan kotoran membandel,
Dengan hanya setengah harga.
Cepat-cepatlah memborongnya.
Karena kekurangan air begitu parah.
Perundingan serius
Dilakukan untuk menyediakan abu gratis yang dapat melegakan tenggorokan,
Tanpa mengganggu hak hidup pohon-pohon di Bumi.
Biasakanlah tidak menghabiskan semua jatah abumu dalam sekali pakai.
Mereka mengajarimu untuk menengadah
Sehingga kau tak melihat lumpur di bawahmu.
Mereka bilang ibumu adalah Bumi ini.
Tetapi siapa ayahmu?
Kau mencarinya untuk menggambar garis keturunanmu.
Mereka bilang airmatamu adalah pemborosan air.
Dan air... ya, kau tahu lah!
Besok,
Semua orang ingin melenyapkanmu,
Karena Bumi ini lebih indah tanpamu.
Anak-anak seperti burung pipit.
Tetapi mereka tak akan bersarang di pohon mati.
Dan agen PBB tidak mesti menanam kembali pohon-pohon.
Jadikan dirimu kartu truf,
Secarik kertas dengan puisi, kertas toilet,
Secarik kertas yang ibumu pakai untuk menyalakan kompor
Dan memanggang roti papan.
Ramalan cuaca:
Matahari terbaring sakit karena demam.
Tulang belulang, berbajukan daging dan kemudian kulit.
Kulit akhirnya kotor dan mengeluarkan bau tak sedap.
Kulit terbakar dan kesurupan.
Ambil dirimu sebagai contoh.
Jangan putus harapan.
Terhiburlah dengan tempat pembuangan ini.
Ini pelatihan intensif untuk hidup di Neraka
Dan dalam kondisimu yang menyedihkan.
Astaga, apakah Neraka itu suatu daerah di Bumi?
Para nabi sudah masuk rumah pensiun
Jadi jangan harap ada nabi yang dikirim untuk menyelamatkanmu.
Demi kebaikanmu, para pengamat membuat laporan harian
Dan dibayar dengan gaji tinggi.
Betapa penting uang
Untuk kehidupan yang layak!
Falafel Abu Said terkontaminasi debu
Dan apotik mengumumkan kampanye vaksinasi akan berakhir
Jadi jangan khawatir anak-anakmu tertular penyakit
Sepanjang apotik ada di situ.
Liputan langsung kontes kecantikan.
Gadis itu cantik dalam bikini,
Dan yang itu berbokong besar.
Berita sela: Kenaikan Tiba-tiba Jumlah Kematian
Karena Merokok.
Matahari masih sumber cahaya.
Dan bintang-bintang mengintipimu, karena atapmu
Butuh tambalan.
Sebuah argumen di terminal angkutan:
“Penumpangnya belum cukup banyak untuk jalan.”
“Tapi istri saya akan melahirkan.”
“Ini kehamilan kesepuluhnya. Masak belum belajar juga? Sudah ada peringatan soal pertumbuhan populasi yang serampangan. Serampangan – itu kata yang kucari dari tadi. Kita hidup di dunia yang serampangan. Kita berlipat ganda dan anak-anak kita berdiri tanpa pakaian. Sumber inspirasi sutradara-sutradara, atau diskusi di meja G8. Kita orang-orang kecil tetapi mereka enggak bisa hidup tanpa kita. Untuk kita beberapa gedung sudah runtuh dan stasiun-stasiun dibom. Besi mana pun tak bebas karat. Buat kita ada banyak pesan-pesan bergambar. Kita aktor yang enggak dibayar. Kita cuma diminta untuk berdiri setelanjang ketika ibu melahirkan kita, setelanjang ketika Bumi melahirkan kita, setelanjang ketika siaran berita mereka melahirkan kita, dan reportase berhalaman-halaman, dan kampung-kampung di perbatasan pemukiman, dan kunci-kunci yang kakekku bawa. Kakekku yang malang, dia enggak tahu gemboknya sudah diganti. Kakekku, semoga pintu-pintu berkunci kartu-kartu digital mengutukmu dan semoga air limbah yang melewati kuburanmu mengutukmu. Semoga langit mengutukmu, dan bukannya hujan. Tetapi, biarlah, tulang-tulangmu tak bisa tumbuh di dalam tanah, karena tanahlah alasan kau tak akan bisa tumbuh lagi.
Kakek, aku akan mewakilimu di Hari Penghakiman, karena kelaminku tak lagi gugup di depan kamera.
Apa pada Hari Penghakiman ada yang bikin film?
Kakek, aku berdiri telanjang setiap hari tanpa hukuman, tanpa satu orang pun meniup terompet terakhir, karena aku dikirim ke sini sebagai uji coba. Akulah kelinci eksperimen Neraka di Planet Bumi, Neraka yang disiapkan bagi para pengungsi.
ASHRAF FAYADH adalah penyair dan kurator seni. Pemerintah Arab Saudi menuduh karyanya mempertanyakan agama dan menyebarkan ateisme, menjebloskannya ke penjara, dan mengancamnya dengan hukuman mati. Ashraf Fayadh sendiri membantah tuduhan itu dan mengatakan syair-syairnya adalah tentang kehidupannya sebagai pengungsi Palestina di Saudi. Pada 14 Januari, penulis, pembaca, dan budayawan di berbagai negara berkumpul dan mengadakan pembacaan karya-karyanya. Acara tersebut dipelopori Worldwide Reading, bagian dari the International Literature Festival Berlin (ILB). Hukumannya kini telah direduksi menjadi 8 tahun penjara dan 800 cambukan.
InterSastra mendukung upaya untuk menarik perhatian dunia ke kasus Ashraf Fayadh. Membelenggu penulis karena tulisannya, apalagi menjatuhinya hukuman mati, sangat bertentangan dengan prinsip keadilan, kemanusiaan, dan kebebasan berekspresi yang termasuk hak asasi manusia. Untuk mendukung kampanye demi menyelamatkan Ashraf Fayadh, kunjungilah tautan-tautan di bawah ini: Amnesty International UK, Change.org.
Terima kasih yang dalam kepada sahabat InterSastra, Arif Bagus Prasetyo dan Norman Erikson Pasaribu yang menerjemahkan syair-syair di atas. Syair-syair itu, kecuali "Instruksi di Dalam", diterjemahkan dengan izin Worldwide Reading, ILB. "Instruksi di Dalam" diterjemahkan dengan izin Mona Kareem. Puisi-puisi Ashraf Fayadh lainnya, dalam bahasa Inggris, bisa dibaca di arablit.org. Terjemahan di atas adalah bagian dari serial Defiant Voices. Untuk mengetahui lebih lanjut, mari tengok laman ini.